Rabu, 02 April 2008

Selingkuh


Tulisan ini terinspirasi oleh sebuah buku berjudul “Catatan Hati Seorang Isteri” yang ditulis oleh Asma Nadia, hal mana isinya hampir sama dengan curhat dari seorang temanku.

...“Aku punya PIL”, katanya. Maksudnya tak lain adalah Pria Idaman Lain. Aku tersenyum mendengarnya. “I am seriously”, katanya lagi. Dan kemudian cerita pun mengalir deras dari mulutnya. Aku mulai coba merespon cerita panjangnya dengan pertanyaanku yang pertama : “Apa yang kamu dapatkan?” . “Perhatian dan materi yang banyak”, katanya. “Alasan yang klasik”, kata ku. “Sudah terlalu jauh, sukar untuk mengakhirinya”, potongnya. Lalu, ”Seandainya saja kita perempuan bisa punya suami lebih dari satu, seperti halnya laki-laki yang boleh berpoligami”, katanya dengan senyum nakal. ”Poliandri maksudmu?”, tanyaku. “Sakit jiwa” gumamku. Dia menghela napas seraya memandang wajahku seolah tahu akan apa yang aku gumamkan. "Aku mulai capek dengan keadaan ini”, katanya. “Tapi itulah resiko yang harus aku tanggung”, ujarnya lagi….

Bait diatas adalah dialog antara aku dengan seorang teman saat dulu kami sama-sama satu tempat kerja, teman yang sering curhat tentang apa saja kepadaku. Dari ceritanya diatas, aku 'mendiagnosis', dia sedang terjangkiti penyakit kronis yang namanya : SELINGKUH.

Perselingkuhan dan kisah seputarnya, memang tidak pernah lekang oleh waktu. Sejak jaman Mesir Kuna yang terkenal dengan kisah perselingkuhan antara Ratu Mesir bernama Cleopatra dengan Julius Caesar, sampai abad millenium sekarang ini pun kisahnya terus berkembang. Perselingkuhan, kemudian menjelma menjadi sebuah penyakit jiwa dan berkembang menjadi semacam epidemi sosial. Dari kaum jetset dan borjuis sampai strata ekonomi paling rendah pun ikut tertular. Dari kaum selebritis sampai rakyat jelata pun banyak yang terjangkiti. Penyakit ini tak pandang bulu, bahkan seorang anggota dewan yang terhormat, yang moralnya sangat dipertaruhkan pun bisa tergelincir. Tidak terkecuali seorang guru yang tindak dan tanduknya yang selalu digugu dan ditiru juga bisa terjangkit penyakit ini. Para pejabat yang dijadikan tauladan bagi rakyatnya sampai kepada mahasiswa yang harusnya menjadi contoh yang baik, tetapi dari kalangan merekapun malah tidak sedikit yang terjerumus. Di tempat kerja, di kampus, di lingkungan tempat tinggal, atau dimana pun kita berada penyakit itu selalu mengintai. Bagi yang pernah terserang penyakit ini, katanya sih : “Tidak bisa dibendung dan agak sulit diobati”. Hmm! Inilah epidemik lintas kaum, lintas sosial, lintas agama dan lintas sektoral yang lestari.

Ada banyak sebab seseorang terlibat perselingkuhan, salah satunya yang sedang dilakoni oleh seorang temanku diatas adalah perselingkuhan yang disebabkan oleh hadirnya sosok yang dianggap lebih mapan sisi finansialnya ketimbang pasangannya sendiri.

Kata “selingkuh” dan “poligami” adalah dua kata yang sangat fenomenal saat ini. Buat kaum ibu-ibu, ini adalah momok yang menakutkan. SELingan INdah Rumah Tangga Utuh, itulah pelesetan untuk kata selingkuh yang sering dilontarkan oleh rekan-rekan pria di tempat kerjaku dulu. Maksudnya adalah hanya iseng, tapi tidak ingin keluarganya berantakan alias tetap utuh. Nasib agak beruntung dirasakan oleh ibu-ibu rumah tangga bersuamikan PNS, mereka mewarisi ‘karya besar’ almarhum Ibu Tien Soeharto berupa Peraturan Pemerintah tentang kebijakan larangan bagi PNS berpoligami, atau apa yang lazim disebut PP 10. (Tapi PP itu ‘kan hanya melarang PNS berpoligami saja, selingkuh jalan terus!). Nasib buruk banyak dialami oleh ibu-ibu lain dengan suami non PNS, sudah diselingkuhi, dimadu pula.

Dengan populasi penduduk Indonesia yang jumlah perempuannya lebih besar dari jumlah penduduk laki-laki, ditambah dengan carut-marutnya perekonomian negara saat ini, kasus yang tengah dilakoni oleh temanku diatas bukan lagi hal yang langka. Banyak dari kaum perempuan khususnya yang masih melajang atau ibu-ibu muda sekalipun, yang enerjik dan cantik-cantik, terjebak dalam pola hidup konsumerisme, yang memosisikan mereka sebagai obyek atau lebih kasar lagi sebagai korban untuk selalu konsumtif. Mereka kemudian mencari jalan pintas tapi penuh resiko tadi. Sungguh mengkhawatirkan, moral masyarakat dan perekonomian bangsa ini sama carut-marutnya. Mudah-mudahan saja, cerita ini tidak akan pernah menjadi topik yang alot di peraduanku. Karena sepertinya aku belum punya hati yang luas untuk memaafkan pelaku selingkuh!

Warning untuk ibu-ibu bersuamikan seorang PNS dengan golongan dan jabatan yang sudah mapan, atau ibu-ibu bersuamikan non-PNS dengan penghasilan dan kekayaan yang besar. Suami ibu menjadi target empuk oleh 'virus' ini!

Semoga kisah ini menjadi renungan buat kita bersama. Mau jadi apa, dan mau dibawa kemana hidup ini, kitalah yang menentukannya. Karena perbuatan kita tergantung pada apa yang kita pikirkan. Seperti sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi :

”Ketahuilah bahwa dalam tubuh terdapat segumpal daging, jika daging itu baik, maka semua tubuh akan menjadi baik. Jika segumpal daging itu rusak, maka semua tubuh juga akan rusak. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan kepada kita, melindungi hati kita agar selalu tabah dan tawakal dengan ujian seberat apapun, dan selalu commited dengan pasangan hidup.
Amin.