Rabu, 30 April 2008

Album Foto Pernikahan Telly-Rizal

Atas permintaaan keluarga besarku di Sedanau dan di Subang, hari ini aku membuat blog sangat sederhana, yang aku isi dengan posting tunggal berisi Album Foto Pernikahan Telly-Rizal, adikku.

Semoga hal ini bisa sedikit memenuhi keingin-tahuan mereka yang tidak bisa hadir menyaksikan secara langsung pada saatnya dulu.

Sabtu, 26 April 2008

Suamiku Suka Daun Muda

Empat belas tahun lalu, tepatnya bulan April 1994, aku berkenalan dengan seorang laki-laki berperawakan tinggi, berambut lurus, warna kulit dan paras muka sedikit mirip ras Mongoloid. Laki-laki itu, kini adalah suamiku.

Sebelum berkenalan, awalnya aku dan juga beberapa kawanku menduga laki-laki itu adalah seorang WNI keturunan atau setidaknya ada memiliki darah suku bangsa Tionghoa. Akan tetapi dugaanku itu meleset jauh, ternyata dia tidak dilahirkan dari keluarga Tionghoa seperti diduga sebelumnya. Dari ceritanya lebih lanjut, laki-laki itu berujar bahwa ayahandanya adalah seorang campuran suku Jawa dan suku Sunda, sedangkan ibundanya adalah seorang campuran suku Betawi dan suku Sunda. Namun oleh karena dia dilahirkan dan dibesarkan di Tatar Sunda dengan tradisi dan adat istiadatnya, maka dia mengklaim dirinya sebagai 'Urang Sunda'. Pembawaannya yang tenang, bicaranya yang berisi dan santun dengan penyampaian yang apik, membuat aku tidak bisa menolak ketika suatu kali, dia menyatakan cintanya padaku. Kini, sudah hampir tiga belas tahun aku hidup bersamanya dengan disertai kedua anakku, yang sulung, laki-laki dua belas tahun, sedang yang kedua, perempuan tujuh tahun.


Selama masa pacaran kami yang memang singkat, hanya kesan-kesan diatas saja yang aku ketahui tentang suamiku. Namun seiring dengan perjalanan rumah tangga, sedikit-demi sedikit dia mulai menampakkan 'tabiatnya' yang lain. Dibalik pembawaannya yang masih tetap tenang, ternyata dia suka DAUN MUDA!

Seleranya yang begitu menggelora terhadap daun muda ini, ternyata tidak hanya dimiliki oleh dia saja. Ayah-ibunya, kakek-neneknya, abang-adiknya hingga teman-temannya juga punya selera yang sama tingginya terhadap daun muda ini. Awalnya aku tidak bisa menerima terhadap apa yang menjadi kebiasaan mereka, tapi lama-kelamaan aku malah turut menikmati juga. Belakangan aku menyadari ini sebagai kebiasaan masyarakat Sunda. Coba saja simak uraian berikut sebagaimana ditulis oleh Her Suganda pada harian Kompas, Jum'at 25 April 2008, halaman 64 :

...Tatar Sunda adalah daerah yang subur. Curah hujannya tinggi. Dengan demikian, seperti salah satu lagu Koes Plus "Kolam Susu", tongkat saja jika ditancapkan di daerah ini bisa tumbuh jadi tanaman. Di Tatar Sunda, berbagai jenis tumbuhan bisa tumbuh subur. Namun, bagaimana hubungan antara tingkat kesuburan suatu daerah dan tradisi makan penduduknya, agaknya merupakan sesuatu yang menarik untuk dikaji sebagai kekayaan local genius masyarakat setempat. Buktinya, walau hidup bertetangga, tradisi masyarakat Sunda dalam memanfaatkan tumbuhan disekitarnya berbeda dengan masyarakat Jawa Tengah. Di daerah yang terakhir ini, berbagai daun-daunan dan tanaman lain berkhasiat obat dijadikan jamu. Tradisi itu tidak dijumpai di lingkungan masyarakat Sunda. Berbagai jenis tumbuhan dan biji-bijian yang diperoleh dari kebun, ladang bahkan dari pematang sawah atau hutan, langsung dimakan. Sebagian diantaranya terdiri dari daun-daunan yang disebut lalap.

"Orang Sunda paling suka daun muda" , begitu pernah dikemukakan Guru Besar Biologi Institut Teknologi Bandung Profesor Unus Suriawiria (alm) yang banyak meneliti khasiat berbagai jenis tumbuhan lalap yang dikonsumsi masyarakat Sunda. Sebagian besar tumbuhan itu merupakan tumbuhan liar yang bisa dijumpai di sembarang tempat. Bahkan terdapat tumbuhan yang dijadikan pembatas pagar, seperti tumbuhan bluntas. Dengan demikian, jika membutuhkan lalap, siapapun bisa dengan mudah memetiknya. Bluntas bukan hanya satu-satunya jenis tumbuhan pembatas pagar yang bisa dijadikan lalap. Masih terdapat tidak kurang dari enam jenis tumbuhan pembatas pagar lainnya yang dijadikan lalap, seperti mamangkokan, kastuba, puring, katuk, kedondong cina dan petai cina. Di luar itu, jenis tumbuhan yang bisa dijadikan lalap-lalapan ternyata sangat banyak jumlahnya.

Dalam penelitian yang dilakukan Profesor Unus Suriawiria, pada tahun 1986 ditemukan 70 jenis tanaman lalap yang bisa disantap langsung. Jumlah itu masih belum seberapa karena pada tahun 1993 ditemukan 24 jenis lagi sehingga jumlahnya mencapai 94 jenis. Sampai tahun 2000, ia mencatat tidak kurang dari 200 jenis tanaman yang bisa dijadikan lalap. Yang menarik, dari berbagai jenis tumbuhan itu, tidak kurang dari 60 jenis diantaranya dimanfaatkan berupa bagian pucuk atau daun muda. Dengan demikian, kemanapun Urang Sunda melangkah, tumbuhan yang bisa dilalap berada di sekitarnya...

Ya, ini adalah kenyataan bahwa suamiku suka sekali melahap daun muda. Hehehe...

Selasa, 22 April 2008

Hari Bumi

Hari Bumi disambut kebanyakan negara pada 22 April hari ini. Ada yang memulainya dari tanggal 16 hingga 22 April. Tujuan diperingatinya Hari Bumi, adalah untuk memberikan kesadaran warga bumi terhadap kepentingan kita untuk menjaga, memelihara dan memuliakan satu-satunya harta kita yang paling berharga yaitu BUMI. Bumi ibarat sebuah rumah yang menjadi tempat untuk kita berlindung dan menjalani kehidupan sehari-hari. Isu yang sering dicanangkan pada masa kini ialah PEMANASAN GLOBAL, adalah menjadi tanggungjawab dan kewajiban kita warga bumi, untuk memastikan BUMI kita ini terhindar dari segala bencana yang diakibatkan oleh kita sendiri. Pencemaran demi pencemaran yang berlangsung berawal dari kita sendiri. Masih belum terlambat untuk bertindak. Tindakan itu bukan saja hanya untuk kita, tetapi juga untuk generasi seterusnya.


Pada hari ini, mari kita luangkan waktu untuk melakukan sesuatu bagi keselamatan bumi kita. Menghentikan sejenak kegiatan yang akan menimbulkan polusi pada udara, tanah dan air, adalah salah satu cara kita turut memperingatinya.

"Selamat Hari Bumi"


Sejarah Hari Bumi
Tiga puluh delapan tahun yang lalu pada 22 April 1970, hari Bumi untuk pertama kalinya diselenggarakan di Amerika Serikat, atas prakarsa seorang senator, Gaylord Nelson. Embrio gagasan Hari Bumi dimulai sejak ia menyampaikan pidatonya di Seattle tahun 1969, tentang desakan untuk memasukkan isu-isu kontroversial, dalam hal ini lingkungan hidup, dalam kurikulum resmi perguruan tinggi mengikuti model teach in mengenai masalah anti perang. Gagasan Nelson mendapat dukungan yang mencengangkan dari masyarakat sipil. Dukungan ini terus membesar dan memuncak dengan menggelar peringatan HARI BUMI yang monumental. Majalah TIME memperkirakan bahwa sekitar 20 juta orang turun ke jalan pada 22 April 1970. Nelson menyebutkan fenomena ini sebagai 'ledakan akar rumput yang sangat mencengangkan' dimana : "Masyarakat umum sungguh peduli dan Hari Bumi menjadi kesempatan pertama sehingga mereka benar-benar dapat berpartisipasi dalam suatu demonstrasi yang meluas secara nasional, dan dengan itu menyempaikan pesan yang serius dan mantap kepada para politisi untuk bangkit dan berbuat sesuatu".


Menurut berbagai analisis ledakan ini muncul karena bergabungnya generasi pemrotes tahun 60-an (bagian terbesar adalah pelajar, mahasiswa, sarjana) yang terkenal sebagai motor gerakan anti-perang, pembela hak-hak sipil yang radikal. Sebuah perkawinan antara pemberontakan 60-an dan kesadaran lingkungan tahun 60-an. Hari Bumi yang pertama ini di Amerika Serikat merupakan klimaks perjuangan gerakan lingkungan hidup tahun 60-an untuk mendesak masuk isu lingkungan sebagai agenda tetap nasional. Kini peringatan Hari Bumi telah menjadi sebuah peristiwa global. Para pelaksana peringatan Hari Bumi menyatukan diri dalam jaringan global masyarakat sipil untuk Hari Bumi yakni EARTH DAY NETWORK yang berpusat di Seattle. Bila Hari Bumi 1970 pertama paling tidak melibatkan 20 juta manusia di AS, Hari Bumi 1990 melibatkan 200 juta manusia di seluruh dunia, maka pada Hari Bumi 2008 diperkirakan terlibat satu milyar manusia di seluruh dunia dengan jargon "making history - making change".


Sabtu, 19 April 2008

Dermochelys Coreacea

Pada malam empat hari lalu, aku kedatangan dua orang sepupuku. Setelah bersalaman dan bincang-bincang, kemudian seorang dari mereka berdua menyerahkan tentengan di tangannya berupa sekantong plastik ‘kresek hitam’ yang setelah kubuka isinya ternyata adalah beberapa butir telur bulat bercangkang putih-lunak. Apalagi kalau bukan telur penyu. Dugaanku itu adalah telur penyu belimbing (Dermochelys Coreacea). Mereka memperoleh telur-telur ini kiriman dari saudaranya di Natuna.

Perlu dua hari sampai akhirnya telur-telur itu diputuskan untuk 'dieksekusi' dengan cara direbus. Dua hari, waktu yang sangat lama hanya untuk memutuskan ‘keputusan’ yang sepele seperti itu. Eit! Tunggu dulu. Ternyata masalah telur penyu ini bukan lagi masalah sepele ketika itu terjadi di rumahku. Maklum suamiku adalah aktifis gerakan hijau di tempatnya bekerja. Saat ini dia menjadi Ketua Koordinator Green Team, dan juga aktif di Yayasan A Tree for A Child (ATFAC), sebuah yayasan peduli lingkungan hidup dan anti eksploitasi anak-anak (Children Trafficing) yang didirikan oleh jaringan waralaba hotel ACCOR yang berpusat di Paris, Perancis.

Hari pertama, aku ’diceramahi’ oleh suamiku tentang penyu ini. Katanya penyu belimbing merupakan salah satu fauna laut langka dan dilindungi oleh pemerintah banyak negara. Langka oleh karena tingkat kembang-biaknya yang lamban yang disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah karena adanya perburuan dan penjarahan penyu untuk dikonsumsi daging dan telurnya. Sebenarnya, tanpa perburuan dan penjarahan pun, perkembang-biakan penyu tetap akan lamban, karena memang perjalanan hidup penyu ini paling rentan terhadap ancaman.

Penyu mengalami siklus bertelur yang beragam, dari 2 - 8 tahun sekali. Sementara penyu jantan menghabiskan seluruh hidupnya di laut, betina sesekali mampir ke daratan untuk bertelur. Penyu betina menyukai pantai berpasir yang sepi dari manusia dan sumber bising dan cahaya sebagai tempat bertelur yang berjumlah ratusan itu, dalam lubang yang digali dengan sepasang tungkai belakangnya. Pada saat mendarat untuk bertelur, gangguan berupa cahaya ataupun suara dapat membuat penyu mengurungkan niatnya dan kembali ke laut. Penyu yang menetas di perairan pantai Indonesia ada yang ditemukan di sekitar kepulauan Hawaii. Penyu diketahui tidak setia pada tempat kelahirannya. Tidak banyak generasi yang dihasilkan seekor penyu. Dari ratusan butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak hanya belasan tukik yang berhasil sampai ke laut kembali dan tumbuh dewasa. Itu pun tidak memperhitungkan faktor perburuan oleh manusia dan pemangsa alaminya seperti kepiting, burung dan tikus di pantai, serta ikan-ikan besar begitu tukik (anak penyu) tersebut menyentuh perairan dalam.

Hari kedua, kami masih mencari solusi untuk menyelamat telur-telur penyu tersebut, tapi buntu karena opsi tidak memungkinkan untuk dijalankan. Bagaimana mungkin, toh opsinya adalah mengubur telur-telur itu ke dalam gundukan pasir sisa bangunan yang ada di belakang rumah kami. Kalaupun berhasil menetas, tukik-tukik itu akan segera mati terkapar, karena kami tidak tinggal dekat pantai.

Akhirnya, dengan berat hati aku harus merebus telur-telur bercangkang putih-lunak itu. Tetap saja mubazir, karena tak seorangpun dari anggota keluargaku yang mau mencoba mengonsumsinya.

Keinginanku, jangan lagi ada penjarahan telur-telur penyu, jangan lagi ada kebiasaan mengonsumsi telur penyu. Lebih dari itu semua, jangan lagi ada ‘kebanggaan’ menjadikan telur-telur penyu sebagai buah tangan dari Natuna. Tetapi mulailah bangga, bahwa kini masyarakat Natuna tidak lagi mengonsumsi telur-telur penyu...


Sabtu, 12 April 2008

Sepenggal Kenangan

Sebagian besar masa kecil dan remajaku, kuhabiskan di sebuah pulau kecil bernama Sedanau, pulau yang juga tempat aku dilahirkan hampir tiga puluh dua tahun yang lalu. Aku tinggal bersama kedua orang tua dan tiga orang adikku di Jl. Panglima Hujan.
O, ya. Aku bukan anak sulung, aku anak kedua. Aku punya seorang kakak, tapi dia tidak tinggal bersama kami. Dia tinggal bersama Nenek dan Kakek kami semenjak dari kecil. Pada masanya dulu, aku merasa tidak ada yang istimewa dengan masa kecilku, malah terkesan sangat membosankan. Bagaimana tidak, dari TK hingga selesai menamatkan Sekolah Menengah Atas aku habiskan di pulau ini. Tidak seperti teman-temanku yang lain, kebanyakan setelah menyelesaikan pendidikan SMP, mereka rata-rata melanjutkan Sekolah Menengah Atas-nya di kota Tanjungpinang atau di kota Pontianak. Di pulau ini juga aku melewati masa-masa kejiwaan yang silih berganti, perasaan berbunga-bunga saat memasuki masa pubertas dengan kisah-kasih cinta pertamaku. Lalu dipenghujung masa itu aku dihadapkan pada peristiwa yang terasa sangat menyayat hatiku; aku dan adik-adikku harus kehilangan untuk selamanya ibunda tercinta. Dan ayahku juga harus kehilangan isteri tercintanya.

Ayahku (kami biasa memanggil beliau dengan sebutan Papa, itu adalah panggilan khas kami kepada beliau. Bukan hanya kami anak-anaknya saja, tapi hampir semua sepupuku dan bahkan ada beberapa temanku juga memanggilnya seperti itu) adalah seorang nelayan sangat tradisional. Waktu aku masih SD, beliau pergi memancing bahkan masih mengunakan jungkong (sampan tanpa mesin yang didayung). Tapi sayang, sampai sekarang aku belum bisa ciyaw jungkong (mendayung sampan). Ada satu kejadian yang tak terlupakan olehku. Sore itu aku disuruh oleh ayahku mengambil jungkong yang ditambat di pelabuhan agar dibawa pulang mendekati rumah kami, tapi karena aku tidak bisa mendayung, jungkong bukannya mengarah ke pingir, arah jungkong malah menjauhi pantai ke arah tengah karena dibawa arus. Dan saking panik dan takut hanyut, aku nekat nyebur ke laut, padahal aku sangat takut dengan daun lamon (sejenis tanaman laut serupa dengan daun pandan) yang gerakan daunnya bagaikan tangan-tangan gurita yang meliuk-liuk di dalam laut. Akhirnya aku menyeret jungkong itu ketepian. Hahaha! Sekarang baru aku bisa tertawa mengenangnya, dulu itu adalah kejadian yang menyebalkan.

Sesekali bila malam minggu, aku dan adikku suka diajak memancing oleh ayahku. Kalau ikan hasil tangkapannya lagi banyak, hati rasanya senang bukan kepalang. Tapi bila umpan lama tidak disambar ikan : “Boseeen! Mendingan tidur! Hehe..”. Ada syarat dari ayahku, bila aku ingin diajaknya pergi memancing, maka sebelumnya kami harus nyuluh umpan (mencari udang kecil dengan membawa petromak, untuk dijadikan umpan mancing) dulu. Pagi hari, sebelum pulang, kami biasanya mampir dulu ke belot (sejenis alat perangkap ikan yang terdiri dari bambu yang dijalin dan dipasang di tengah laut) untuk melihat apakah ada ikan yang teperangkap di dalamnya. Kadang-kadang juga bilamana kami tidak ikut pergi memancing, pada malam hari, kami menjaga belot agar tidak dicuri oleh orang lain. Suasana yang indah dan damai menyusup kalbu, di bawah benderangnya sinar rembulan malam, sambil memandang cerahnya langit yang penuh dengan bintang, di tenggah laut yang terhampar luas, yang terdengar hanya deru ombak yang bergulung dan berlomba menuju pantai. Sungguh hal yang menyenangkan (nikmat Tuhan yang manakah yang kamu ingkari, Marlina?). Aktifitas yang acapkali aku lakukan pada masa-masa itu, menjadi sesuatu hal yang aku rindukan sekarang. Ibarat sebuah sejarah, kenangan itu sepertinya tidak akan pernah terulang kembali. Sekarang, dengan penuh rasa bangga aku ceritakan pengalaman tersebut pada kedua anakku.

Ada kalanya juga, esok paginya sebelum pulang dari memancing, aku suka mencari kerang besar di sekeliling belot. Masa itu di sana masih banyak terumbu karang yang indah. Jika air laut surut kami bisa mencari kelimpat (kerang kecil), siuk (gonggong) kaghak (kerang yang agak besar), dan banyak lagi jenis biota laut lainnya. Selain belot, ayahku juga memiliki sebuah bagan (rumah jaring). Kadang-kadang aku sering ikut jaga dan menarik jaring bagan. Senang rasanya melihat banyak ikan tambon yang didapat. Pak Oi! Nikmatnya makan ikan bakar dari ikan yang masih segar.

Tidak seperti kebanyakan keluargaku yang tinggal di kedoi laot (rumah yang dibangun di atas laut), kami tinggal di panas (rumah yang dibangun di darat). Suasana di kedoi laot jauh lebih ramai dibandingkan dengan suanana di panas. Tidak heran bila aku merasa senang bila bermain di rumah nenekku yang juga berada di kedoi laot. Itu karena di sana kami bisa berenang di air laut di belakang rumah. Di kedoi laot, aku juga bisa memancing ikan beghong dan ikan mudok dari lubong pelekah (lubang yang terdapat di lantai kayu yang sengaja dibuat untuk membuang sampah dan ini terdapat di hampir semua rumah).

Tentang lubong pelekah ini, belakangan aku baru menyadari bahwa ini adalah kebiasaan hidup orang Sedanau yang tidak bersahabat dengan lingkungan. Tidak menjadi masalah bila material yang dibuang ke laut itu berupa sampah organik (karena akan menjadi makanan tambahan bagi ikan-ikan dan biota laut lainnya dan sebagian lainnya kemudian akan membusuk dan terurai), menjadi masalah besar kemudian adalah sampah non-organik, sejenis pelastik, melamin, gelas dan lain-lainnya (kemudian akan mencemari perairan, terumbu karang, pantai dan hutan bakau).

Ada kebiasaan yang unik dengan kami, sepulang sekolah, jika air tengah pasang aku dan Iti suka sekali makan siang di atas jungkong yang tertambat di belakang rumah (seperti yang dikatakan Bong Jun, kalau rumahnya di daratan, garasinya berada di depan rumah untuk parkir mobil, kalau yang hidup di laut, garasi mereka ada dibelakang rumah untuk menambat jungkong). Iti ini adalah seorang teman karib (best friend), nama lengkapnya Iti Suryati. Sosok yang satu ini begitu istimewa bagiku. Dia tidak hanya sekedar teman biasa, tapi juga sebenarnya dia adalah seorang makde-ku (sebutan untuk bibi atau tante yang paling muda). Ibunya Iti adalah adik kandung dari Nenekku. Karena kesamaan umur dan sekolah membuat hubungan antara kami menjadi hybride (perpaduan saudara-teman). Iti Suryati, teman istimewaku itu, sekarang menjadi guru pengajar di SMUN 2 Ranai.

Sambil makan kami ‘mengabsen’ sampah–sampah yang lewat di dekat jungkong kami dengan candaan (ada sandal, kertas, tikar, plastik dll.) Tiba-tiba Iti menghambur naik ke jombon (seperti jembatan) dan pulang ke rumah sambil muntah-muntah. Aku berlari berusaha menghampirinya dan bertanya heran. Iti kemudian mengarahkan jarinya ke arah laut, dan tampaklah olehku (maaf!) kotoran manusia yang juga turut ‘berenang’ bersama sampah-sampah yang lain. Acara makan siang pun bubar dengan perasaan mual. Itulah adanya, kampong aek-ku tercinta tempo doeloe.

Aku memimpikan, kedepannya masyarakat Sedanau akan berubah, dengan didukung oleh usaha ‘penyadaran’ secara perlahan dan terus-menerus yang dilakukan oleh generasi muda yang cenderung memiliki intelektualias yang jauh lebih bagus, kemudian didukung juga oleh kebijakan dari pemerintah setempat dengan membuat sebuah peraturan daerah yang melarang masyarakat Sedanau membuang sampah non-organik langsung ke laut. Dengan demikian laut, terumbu karang, pantai dan hutan bakau sekitar kita akan terjaga kelestariannya dan mimpi kita Sedanau menjadi Kampong Aek yang bersih, indah dan tertib akan terwujud.

Kabar dari kawan-kawan Sedanau tentang mulai sulitnya memperoleh biota laut yang dulu sangat berlimpah dan mudah mendapatkannya seperti kelipat, siuk, kuyong, kerang, ketam botu dan kuyong botang (sejenis siput agak panjang yang hidupnya menempel pada batang bakau atau menempel pada tiang rumah). Atau tentang mulai sulitnya menangkap ikan bernilai ekonimis seperti ikan Napoleon dan ikan Kerapu Merah di sekitar pantai, sehingga untuk mendapatkannya harus pergi bermil-mil ke tengah laut, memerlukan waktu yang lama dan banyak menghabiskan bahan bakar minyak yang kini semakin langka dan mahal. Ini sungguh membuat aku prihatin...

Rabu, 09 April 2008

Bongkahan Es Antartika Pecah Seluas Jakarta


WASHINGTON, SELASA, 25 Maret - Lapisan es Antartika di Kutub Selatan kembali mengalami kondisi kritis. Bagian barat benua beku tersebut pecah sehingga bongkah es seluas tujuh kali Kota Manhattan, AS atau sekitar sepertiga luas Jakarta, lepas ke lautan lepas.


Bagian yang pecah merupakan tepan beting es Wilkins yang telah terbentuk di Antartika bagian barat sejak ratusan tahun hingga 1500 tahun yang lalu. Citra satelit menunjukkan bongkahan tersebut mulai bergerak sejak 28 Februari 2008.


"Ini adalah akibat pemanasan global", ujar David Vaughan, ilmuwan Survei Antartika Inggris (BAS). Pecahan es ini akan melelah di perairan yang lebih hangat, pecah menjadi beberapa bagian, dan habis sama sekali. Namun, peluangnya tetap bertahan juga ada karena saat ini sudah memasuki periode akhir musim panas di Antartika dan suhu mulai mendingin.


Meskipun peristiwa pecahnya bongkah es dari tepian Antartika sering terjadi, kejadian yang menyebabkan pecahan sebesar ini termasuk jarang. Bongkah es yang lebih besar baru terjadi dua kali yakni di tahun 2022 dan 1995. Namun, para ilmuwan khawatir kejadian seperti itu akan semakain sering terjadi akibat peningkatan suhu atmosfer.


"Pecahnya mirip kaca yang dipukul palu," ujar Vaughan. Ia memprediksi beting es Wilkins akan habis dalam 15 tahun ke depan jika tren kenaikan suhu tidak dapat dicegah. Meskipun bagian yang telah hilang dari beting es tersebut baru 4 persen, hal tersebut tetap dapat memicu retakan lebih besar.


Para ilmuwan baru melihat kejadian tersebut sebagai akbat pemanasan global. Padahal masih ada ancaman berikutnya karena pelelahan es Antartika akan menyumbang terhadap kenaikan muka air laut di seluruh dunia.(AP/WAH)


source : kompas



Senin, 07 April 2008

Anti Situs Porno


Niat pemerintah melakukan cegah-tangkal terhadap situs porno, nampaknya akan segera terwujud dengan telah disahkannya RUU Informasi dan Transaksi Elektronik menjadi Undang-Undang oleh DPR-RI pada Selasa, 25 Maret lalu.

Berbicara tentang situs porno, belakangan ini semakin mencemaskan. Seperti yang diungkapkan oleh pemerhati telematika Roy Suryo, dari 24,5 juta situs web yang dikelola orang Indonesia, lebih dari satu juta di antaranya situs porno. Atau apa yang direkam oleh American Demographic Magazine, dari 22 ribu pada sepuluh tahun lalu, situs porno meroket menjadi sepuluh kali lipatnya pada tahun 2000, lalu merangkak menjadi 1,3 juta pada tahun 2003, dan tercatat lebih dari 100 juta situs porno pada tahun lalu.

Apa yang harus kita lakukan untuk meredam kekhawatiran kita akan situs porno ini? Memang pemerintah dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informatika berencana membagikan peranti lunak khusus untuk menangkal peredaran situs web porno, tapi sepertinya masih perlu waktu, sementara kebutuhan mendesak. Sebenarnya dari sekarangpun kita bisa memulai dengan memanfaatkan peranti lunak gratis yang dapat diunduh dengan membuka situs download.com. Ini adalah situs yang mengumpulkan berbagai macam peranti lunak dari berbagai alamat situs. Umumnya, peranti lunak antiporno ini bekerja dengan dua cara. Pertama, menyaring nama alamat situs; kedua, menyaring kata-kata pada materi yang ada dalam satu situs. Halaman situs yang alamat atau kata pada materinya telah masuk daftar saringan tak akan muncul di monitor.

Berikut daftar peranti lunak anti situs porno yang tersedia di download.com, sebagaimana ditulis majalah mingguan Tempo edisi 31 Maret-6 April 2008, hal.48-49 :

PARENTAL FILTER 3
Pengunduh
: 138 ribu
Sistem operasi :
Windows 95/98/Me/NT/2000/XP/2003 Server/Vista
Ukuran file : 2,72 Mb
Diluncurkan : 11 Desember 2006

X3WATCH 5.0.5
Pengunduh
: 124 ribu
Sistem operasi : Windows 95/98/2000/XP/Vista
Ukuran file : 815,68 Kb
Diluncurkan :
18 Desember 2007

SAFE FAMILIES WE-BLOCKER PARENTAL CONTROL 2.0.1 BUILD 88
Pengunduh
: 28 ribu
Sistem operasi : Windows 95/98/Me/NT/2000/XP :
Ukuran file :5,48 Mb
Diluncurkan :
17 juli 2006

K9 WEB PROTECTION 3.2.36

Pengunduh ; 97 ribu
Sistem Operasi :
Windows 2000/XP/Vista
Ukuran file : 234,78 Kb
Diluncurkan : 19 Maret 2007

CRAWLER PARENTAL CONTROL 1.1
Pengunduh :
19 ribu
Sistem operasi : Windows XP
Ukuran file : 7,4 Mb
Diluncurkan : 20 April 2007

FREESHIELD 2
Pengunduh :
55 ribu
Sistem operasi : Windows 98/Me/NT/200/XP/2003 Server
Ukuran file : 747,52 Kb
Diluncurkan : 14 maret 2006

ARM ADULT FILTER 1
Pengunduh : 1.000
Sistem operasi : Windows 95/98/Me/NT/200/Xp/2003 Server
Ukuran file : 552,22 Kb
Diluncurkan : 13 April 2007

PARENTAL LOCK GUARD 1.2
Pengunduh ;
13 ribu
Sistem operasi : Windows 2000/XP/Microsoft.NET Framework 1.2
Ukuran file : 4.21 Mb
Diluncurkan : 23 Mei 2005

Dari daftar diatas, yang paling sering diunduh adalah Parental Filter 3.

Yuk! Kita sama-sama mendownload gratis, lalu kita sama-sama "sharing" tentang efektifitasnya. Untuk kita, demi generasi kita!

Jumat, 04 April 2008

Ketika Selat Melaka Jadi Tempat "Budak" Melayu Bermain

Kalau saja Sultan Husin dan Tumenggung Abdul Rahman tidak termakan bujuk rayu John Crawfurd untuk melepas kekuasaan mereka atas Singapura, boleh jadi sejarah Nusantara hari ini berjalan di atas garis yang berbeda. Hanya karena tergiur imbalan masing-masing 33.200 ringgit dan 26.000 ringgit, keduanya rela "menjual" negeri pulau itu kepada Inggris.

Namun, sejarah tak mengenal jalan pulang. Ibarat sebuah perjalanan, sejarah hanya memberi kita tiket sekali jalan. Dan, pada 2 Agustus 1824, John Crawfurd dalam kapasitasnya sebagai Residen Singapura ketika itu berhasil mendapatkan tanda tangan Sultan Husin dan Tumenggung Abdul Rahman.

Setelah melepas Singapura dan pulau-pulau sekitarnya kepada Inggris, duet penguasa dari Kerajaan Johor itu masih mendapat elaun (semacam "santunan") bulanan. Masing-masing 1.300 ringgit bagi Sultan Husin dan 700 ringgit untuk Tumenggung Abdul Rahman. Jika keduanya berhasrat meninggalkan Singapura, Syarikat Hindia Timur Inggris akan memberikan "sagu hati" masing-masing 20.000 ringgit kepada Sultan Husin dan 15.000 ringgit untuk Tumenggung Abdul Rahman.

Nukilan peristiwa sejarah yang terjadi hanya beberapa bulan setelah Inggris dan Belanda menanda-tangani Traktat London pada 17 Maret 1824 itu melengkapi perubahan geopolitik di wilayah Nusantara. Kesepakatan Inggris dan Belanda yang berbagi koloni di kawasan Selat Melaka itu ikut mengubah peta peradaban dan perjalanan budaya bangsa Melayu di wilayah ini... (Selengkapnya baca : Kompas, Jum'at, 4 April 2008, hal.1).

Setelah selesai membaca artikel tersebut, aku mengambil kesimpulan lain yang aku kaitkan dengan wilayah Riau Kepulauan dan sekitarnya, yaitu :


Kalau saja tidak ada Traktat London 17 Maret 1824 itu, maka wilayah Kepulauan Riau termasuk kawasan yang sekarang menjadi Kabupaten Natuna, juga belum tentu menjadi bagian dari wilayah negara Republik Indonesia sepert saat ini. Karena sebelum ada traktat ini, wilayah ini bagian dari kekuasaan kolonial Inggris. Apakah wilayah ini menjadi bagian dari Persekutuan Melayu yang kemudian membentuk Negara Kerajaan Malaysia, atau menjadi negara sendiri seperti Republik Singapura dan Kesultanan Brunei Darussalam?
Wallahu'alam bi-sawab.

Pesan moral untuk kita semua : Berhati-hatilah dalam setiap mengambil keputusan penting, apalagi menyangkut negeri dan hajat hidup rakyat. Karena kesemuanya itu akan menentukan sejarah bangsa kelak. Ingat! Sejarah tak mengenal jalan pulang...

Hak Waris


Dari pengeras suara mesjid, khutbah Jum'at hari ini khotib mengulas tentang Hak Waris. Lebih lanjut khotib mengingatkan, bahwa dari sekian banyak ilmu yang Allah SWT turunkan, Ilmu Hak Waris merupakan ilmu yang paling awal akan musnah dari muka bumi. Mengapa?

Tidak hanya ummat biasa yang banyak tidak hirau dengan ilmu ini, tetapi banyak dari ulama, kyai atau ustad juga yang mengabaikan ilmu ini dalam kajian-kajian dan ceramah-ceramahnya. Terlebih lagi mereka yang memiliki kepentingan pribadi (masih memiliki tabi'at serakah dan tamak), akan merasa terancam bila mengaplikasikan ilmu yang satu ini. Lalu mereka berpaling kepada cara-cara yang akan menguntungkan dirinya sendiri, tetapi khianat terhadap pihak yang lainnya. Padahal Ilmu Hak Waris ini datangnya langsung dari Allah, dzat yang Maha Adil.

Ah, ternyata bukan pejabat atau atasan saja yang korupsi. Kita, bahkan ulama, kyai atau ustad juga telah melakukan tindak korupsi bila tidak mengamalkan dan mengabaikan (tidak mensyi'arkan) hukum hak waris ini.

Anda punya banyak memiliki harta yang akan ditinggalkan sebagai warisan untuk anak-isteri?
Hendaklah mau mempelajari dan menjalankan Ilmu Hak Waris ini, tentu saja agar adil dan tidak korupsi...

Rabu, 02 April 2008

Selingkuh


Tulisan ini terinspirasi oleh sebuah buku berjudul “Catatan Hati Seorang Isteri” yang ditulis oleh Asma Nadia, hal mana isinya hampir sama dengan curhat dari seorang temanku.

...“Aku punya PIL”, katanya. Maksudnya tak lain adalah Pria Idaman Lain. Aku tersenyum mendengarnya. “I am seriously”, katanya lagi. Dan kemudian cerita pun mengalir deras dari mulutnya. Aku mulai coba merespon cerita panjangnya dengan pertanyaanku yang pertama : “Apa yang kamu dapatkan?” . “Perhatian dan materi yang banyak”, katanya. “Alasan yang klasik”, kata ku. “Sudah terlalu jauh, sukar untuk mengakhirinya”, potongnya. Lalu, ”Seandainya saja kita perempuan bisa punya suami lebih dari satu, seperti halnya laki-laki yang boleh berpoligami”, katanya dengan senyum nakal. ”Poliandri maksudmu?”, tanyaku. “Sakit jiwa” gumamku. Dia menghela napas seraya memandang wajahku seolah tahu akan apa yang aku gumamkan. "Aku mulai capek dengan keadaan ini”, katanya. “Tapi itulah resiko yang harus aku tanggung”, ujarnya lagi….

Bait diatas adalah dialog antara aku dengan seorang teman saat dulu kami sama-sama satu tempat kerja, teman yang sering curhat tentang apa saja kepadaku. Dari ceritanya diatas, aku 'mendiagnosis', dia sedang terjangkiti penyakit kronis yang namanya : SELINGKUH.

Perselingkuhan dan kisah seputarnya, memang tidak pernah lekang oleh waktu. Sejak jaman Mesir Kuna yang terkenal dengan kisah perselingkuhan antara Ratu Mesir bernama Cleopatra dengan Julius Caesar, sampai abad millenium sekarang ini pun kisahnya terus berkembang. Perselingkuhan, kemudian menjelma menjadi sebuah penyakit jiwa dan berkembang menjadi semacam epidemi sosial. Dari kaum jetset dan borjuis sampai strata ekonomi paling rendah pun ikut tertular. Dari kaum selebritis sampai rakyat jelata pun banyak yang terjangkiti. Penyakit ini tak pandang bulu, bahkan seorang anggota dewan yang terhormat, yang moralnya sangat dipertaruhkan pun bisa tergelincir. Tidak terkecuali seorang guru yang tindak dan tanduknya yang selalu digugu dan ditiru juga bisa terjangkit penyakit ini. Para pejabat yang dijadikan tauladan bagi rakyatnya sampai kepada mahasiswa yang harusnya menjadi contoh yang baik, tetapi dari kalangan merekapun malah tidak sedikit yang terjerumus. Di tempat kerja, di kampus, di lingkungan tempat tinggal, atau dimana pun kita berada penyakit itu selalu mengintai. Bagi yang pernah terserang penyakit ini, katanya sih : “Tidak bisa dibendung dan agak sulit diobati”. Hmm! Inilah epidemik lintas kaum, lintas sosial, lintas agama dan lintas sektoral yang lestari.

Ada banyak sebab seseorang terlibat perselingkuhan, salah satunya yang sedang dilakoni oleh seorang temanku diatas adalah perselingkuhan yang disebabkan oleh hadirnya sosok yang dianggap lebih mapan sisi finansialnya ketimbang pasangannya sendiri.

Kata “selingkuh” dan “poligami” adalah dua kata yang sangat fenomenal saat ini. Buat kaum ibu-ibu, ini adalah momok yang menakutkan. SELingan INdah Rumah Tangga Utuh, itulah pelesetan untuk kata selingkuh yang sering dilontarkan oleh rekan-rekan pria di tempat kerjaku dulu. Maksudnya adalah hanya iseng, tapi tidak ingin keluarganya berantakan alias tetap utuh. Nasib agak beruntung dirasakan oleh ibu-ibu rumah tangga bersuamikan PNS, mereka mewarisi ‘karya besar’ almarhum Ibu Tien Soeharto berupa Peraturan Pemerintah tentang kebijakan larangan bagi PNS berpoligami, atau apa yang lazim disebut PP 10. (Tapi PP itu ‘kan hanya melarang PNS berpoligami saja, selingkuh jalan terus!). Nasib buruk banyak dialami oleh ibu-ibu lain dengan suami non PNS, sudah diselingkuhi, dimadu pula.

Dengan populasi penduduk Indonesia yang jumlah perempuannya lebih besar dari jumlah penduduk laki-laki, ditambah dengan carut-marutnya perekonomian negara saat ini, kasus yang tengah dilakoni oleh temanku diatas bukan lagi hal yang langka. Banyak dari kaum perempuan khususnya yang masih melajang atau ibu-ibu muda sekalipun, yang enerjik dan cantik-cantik, terjebak dalam pola hidup konsumerisme, yang memosisikan mereka sebagai obyek atau lebih kasar lagi sebagai korban untuk selalu konsumtif. Mereka kemudian mencari jalan pintas tapi penuh resiko tadi. Sungguh mengkhawatirkan, moral masyarakat dan perekonomian bangsa ini sama carut-marutnya. Mudah-mudahan saja, cerita ini tidak akan pernah menjadi topik yang alot di peraduanku. Karena sepertinya aku belum punya hati yang luas untuk memaafkan pelaku selingkuh!

Warning untuk ibu-ibu bersuamikan seorang PNS dengan golongan dan jabatan yang sudah mapan, atau ibu-ibu bersuamikan non-PNS dengan penghasilan dan kekayaan yang besar. Suami ibu menjadi target empuk oleh 'virus' ini!

Semoga kisah ini menjadi renungan buat kita bersama. Mau jadi apa, dan mau dibawa kemana hidup ini, kitalah yang menentukannya. Karena perbuatan kita tergantung pada apa yang kita pikirkan. Seperti sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi :

”Ketahuilah bahwa dalam tubuh terdapat segumpal daging, jika daging itu baik, maka semua tubuh akan menjadi baik. Jika segumpal daging itu rusak, maka semua tubuh juga akan rusak. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan kepada kita, melindungi hati kita agar selalu tabah dan tawakal dengan ujian seberat apapun, dan selalu commited dengan pasangan hidup.
Amin.