Politisi adalah seorang yang terlibat dalam politik. Politisi juga termasuk figur politik yang ikut serta dalam pemerintahan. Jadi politisi itu ada yang berkiprah di wilayah legislatif ada pula di wilayah eksekutif. Anggota Parlemen, Presiden, Menteri, Gubernur, Walikota/ Bupati adalah jenis jabatan politik yang kita kenal dalam sistem politik di Indonesia. Pengurus/ aktifis partai politik juga bisa dikategorikan sebagai politisi.
Mereka menduduki jabatan-jabatan politik tersebut diatas (kecuali menteri) karena dipilih oleh rakyat melalui proses pemilihan langsung (pemilu/pilres/pilkada). Dan oleh karenanya, sesungguhnya mereka adalah pengemban amanat rakyat. Rakyat meletakkan kepercayaan, kehendak dan harapannya ke atas pundak para politisi ini.
Pemilu legislatif 2009 sudah di ambang pintu, berselang waktu tidak lama setelah itu akan disusul dengan pilpres. Partai-partai peserta pemilu 2009 lengkap dengan nomor pesertanya sudah ditetapkan oleh KPU. Terompet tanda dimulainya kampanye tahap sosialisasi tanda gambar dan nomor partai, sudah ditiup nyaring. Maka tersebutlah sebanyak 34 partai peserta Pemilu 2009, terdiri dari partai-partai besar pemenang pemilu 2004, partai-partai kecil pemilik 1-2 kursi di DPR dan partai-partai baru, yang sesungguhnya adalah partai lama (penderita electoral threshold) berganti nama. Atau partai baru sekalipun, namun di baliknya adalah wajah-wajah lama, tokoh-tokoh opportunist dan hyper-ambisius yang masih memiliki 'syahwat' kuat untuk tetap bercokol dalam perpolitikan Indonesia.
Seiring dengan kampanye sosialisasi ini, partai-partai sudah mulai mempersiapkan caleg-caleg jagoannya untuk ‘dijual’ kepada konstituen-nya. Persiapan perhelatan besar ini tidak hanya terjadi di tingkat pusat saja, pada tingkat daerahpun sudah mulai terasa. Dan dipastikan tidak terkecuali di kampung halamanku, Natuna tercinta.
Caleg-caleg dan calon pemimpin (baik pusat, provinsi, kota/ kabupaten) yang nanti akan muncul, sepenuhnya ditentukan oleh partainya masing-masing. Banyak caleg atau calon pemimpin yang dipilih oleh partainya karena pertimbangan loyalitas, kapasitas dan kapabilitasnya. Namun tidak sedikit partai-partai menentukan caleg atau calon pemimpinnya karena alasan popularitas saja, dengan mengabaikan kapasitas dan kapabilitasnya. Dan tidak jarang juga partai-partai menentukan caleg atau calon pemimpinnya hanya semata-mata karena alasan kemampuan finansialnya saja dengan mengabaikan moralitasnya. Dalam hal ini rakyat hanya disuruh memilih, tanpa diajak turut serta menyeleksi bakal wakil atau pemimpinnya.
Hati-hati menjatuhkan pilihan saat pemilu, pilpres atau pilkada nanti. Skandal amoral, saat ini menjadi isu sentral politisi di negeri ini. Korupsi, perselingkuhan, kekerasan rumah tangga dan pelecehan seksual menjadi berita harian di berbagai media. Oleh karena politisi adalah bagian dari selebriti, maka berita mengenai mereka acap kali muncul dalam acara infotainment, setiap saat, di semua televisi tanah air. Kalau kita tidak pandai-pandai memilih caleg atau calon pemimpin, maka akan hilanglah harapan yang kita titipkan di pundaknya. Lalu, lembaga dewan dan pemerintahan akan diisi oleh orang-orang yang kontra produktif dengan harapan kita semua.
Seumpama kita hendak menabung (menyimpan uang) di bank, harapan kita adalah uang kita tersimpan dengan baik dan aman, sehingga suatu saat kita memerlukan uang tersebut dapat kita ambil secara utuh (bahkan cenderung bisa lebih). Untuk harapan itu, sebelum kita menentukan bank pilihan, maka kita harus mengetahui dulu kredibilitas dan keunggulan tiap-tiap bank yang ada. Jangan simpan uang kita di bank yang tidak sehat! Begitu juga hendaknya saat menentukan pilihan pada pemilu, pilpres atau pilkada nanti, jangan memilih politisi busuk!
Adapun yang masuk kategori politisi busuk adalah mereka yang sudah memiliki track record seperti misal : korupsi, menipu, tidak bertanggung jawab pada lingkungan, pelaku kongkalikong (kolusi) yang merugikan negara dan sejenisnya. Kriteria ini akan terus berkembang seiring dengan temuan-temuan mutakhir.
Menurut koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Teten Masduki, jenis-jenis politisi busuk adalah politisi yang boros, tamak dan korup. Kemudian, kriteria lainnya adalah orang yang melakukan pelanggaran HAM atau yang memberikan perlindungan bagi pelanggar HAM. Selain itu, politisi busuk adalah orang pemakai narkoba dan yang melindungi bisnis narkoba, melakukan penggusuran dan tindakan yang tidak melindungi hak-hak sosial dan ekonomi kaum petani, nelayan, buruh, dan rakyat miskin kota. Politisi busuk, juga bagi mereka yang melakukan pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga dan mengabaikan terhadap hak-hak perempuan.
Pemilu legislatif 2009 sudah di ambang pintu, berselang waktu tidak lama setelah itu akan disusul dengan pilpres. Partai-partai peserta pemilu 2009 lengkap dengan nomor pesertanya sudah ditetapkan oleh KPU. Terompet tanda dimulainya kampanye tahap sosialisasi tanda gambar dan nomor partai, sudah ditiup nyaring. Maka tersebutlah sebanyak 34 partai peserta Pemilu 2009, terdiri dari partai-partai besar pemenang pemilu 2004, partai-partai kecil pemilik 1-2 kursi di DPR dan partai-partai baru, yang sesungguhnya adalah partai lama (penderita electoral threshold) berganti nama. Atau partai baru sekalipun, namun di baliknya adalah wajah-wajah lama, tokoh-tokoh opportunist dan hyper-ambisius yang masih memiliki 'syahwat' kuat untuk tetap bercokol dalam perpolitikan Indonesia.
Seiring dengan kampanye sosialisasi ini, partai-partai sudah mulai mempersiapkan caleg-caleg jagoannya untuk ‘dijual’ kepada konstituen-nya. Persiapan perhelatan besar ini tidak hanya terjadi di tingkat pusat saja, pada tingkat daerahpun sudah mulai terasa. Dan dipastikan tidak terkecuali di kampung halamanku, Natuna tercinta.
Caleg-caleg dan calon pemimpin (baik pusat, provinsi, kota/ kabupaten) yang nanti akan muncul, sepenuhnya ditentukan oleh partainya masing-masing. Banyak caleg atau calon pemimpin yang dipilih oleh partainya karena pertimbangan loyalitas, kapasitas dan kapabilitasnya. Namun tidak sedikit partai-partai menentukan caleg atau calon pemimpinnya karena alasan popularitas saja, dengan mengabaikan kapasitas dan kapabilitasnya. Dan tidak jarang juga partai-partai menentukan caleg atau calon pemimpinnya hanya semata-mata karena alasan kemampuan finansialnya saja dengan mengabaikan moralitasnya. Dalam hal ini rakyat hanya disuruh memilih, tanpa diajak turut serta menyeleksi bakal wakil atau pemimpinnya.
Hati-hati menjatuhkan pilihan saat pemilu, pilpres atau pilkada nanti. Skandal amoral, saat ini menjadi isu sentral politisi di negeri ini. Korupsi, perselingkuhan, kekerasan rumah tangga dan pelecehan seksual menjadi berita harian di berbagai media. Oleh karena politisi adalah bagian dari selebriti, maka berita mengenai mereka acap kali muncul dalam acara infotainment, setiap saat, di semua televisi tanah air. Kalau kita tidak pandai-pandai memilih caleg atau calon pemimpin, maka akan hilanglah harapan yang kita titipkan di pundaknya. Lalu, lembaga dewan dan pemerintahan akan diisi oleh orang-orang yang kontra produktif dengan harapan kita semua.
Seumpama kita hendak menabung (menyimpan uang) di bank, harapan kita adalah uang kita tersimpan dengan baik dan aman, sehingga suatu saat kita memerlukan uang tersebut dapat kita ambil secara utuh (bahkan cenderung bisa lebih). Untuk harapan itu, sebelum kita menentukan bank pilihan, maka kita harus mengetahui dulu kredibilitas dan keunggulan tiap-tiap bank yang ada. Jangan simpan uang kita di bank yang tidak sehat! Begitu juga hendaknya saat menentukan pilihan pada pemilu, pilpres atau pilkada nanti, jangan memilih politisi busuk!
Adapun yang masuk kategori politisi busuk adalah mereka yang sudah memiliki track record seperti misal : korupsi, menipu, tidak bertanggung jawab pada lingkungan, pelaku kongkalikong (kolusi) yang merugikan negara dan sejenisnya. Kriteria ini akan terus berkembang seiring dengan temuan-temuan mutakhir.
Menurut koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Teten Masduki, jenis-jenis politisi busuk adalah politisi yang boros, tamak dan korup. Kemudian, kriteria lainnya adalah orang yang melakukan pelanggaran HAM atau yang memberikan perlindungan bagi pelanggar HAM. Selain itu, politisi busuk adalah orang pemakai narkoba dan yang melindungi bisnis narkoba, melakukan penggusuran dan tindakan yang tidak melindungi hak-hak sosial dan ekonomi kaum petani, nelayan, buruh, dan rakyat miskin kota. Politisi busuk, juga bagi mereka yang melakukan pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga dan mengabaikan terhadap hak-hak perempuan.
Sebagai perempuan, dalam kesempatan ini aku ingin menghimbau kepada Anda semua, perempuan atau juga laki-laki agar tidak memilih politisi yang telah melakukan pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Politisi seperti itu tidak pernah bisa dipercaya. Bagaimana akan melindungi orang lain dan bahkan juga bangsa dan negara, bila terhadap perempuan (ibu dari setiap manusia adalah juga perempuan) dan anak-anak saja telah tega berlaku jahat. Politisi pelaku poligami juga perlu diberi high-light, mengingat ada pihak yang mensinyalir bahwa poligami juga adalah bagian dari perbuatan melakukan kekerasan terhadap perempuan (dalam hal ini menyakiti perasaan si isteri pertamanya). Politisi seperti itu tidak layak menjadi anggota dewan terhormat.
Menjelang pemilu, pilres dan pilkada nanti, masyarakat dihimbau tidak memilih politisi busuk dengan kriteria seperti disebutkan diatas, sehingga lembaga dewan atau pemerintahan bisa diisi oleh orang-orang yang berkualitas untuk memajukan bangsa dan negeri tercinta.
Selamat menyongsong pemilu 2009. Ingat, jangan pilih 'yang' busuk!